Orang tua
adalah alarm terbaik di dunia untuk anak. Aku bersyukur kebiasaan bangun
kesiangan jadi terselamatkan berkat Mama yang selalu berteriak di kupingku dan
Papa yang menyiramkan air ke wajahku. Itu sangat menjengkelkan tapi berharga.
Sekarang di sini aku di Adelaide terdampar bersama beberapa mahasiswi di
apartement kecil. Namaku Rena, bukan Rena Nozawa JKT48 bukan dia. Lagi pula aku
tak secantik dia. Sekarang tanpa alarm itu aku selalu bangun kesiangan. Dan
sering terlambat masuk kelas. Entah itu kelasnya Mr. Jackson bule gendut
berotak mesum atau Mrs Jenny. Yang satu mesum yang satu killer.
Hari ini jam
10 aku ada kelas dengan Mrs Jenny killer. Dan sialnya aku bangun jam setengah
10 lebih. Aku langsung mandi(di si i sedang musim panas, kalau tidak mandi aku
berkeringat) secepat aku bisa dan mengejar bis. Untunglah bis datang ketika aku
tiba di halte. Butuh 10 menit ke kampus. Aku langsung berlari ketika bis
menurunkanku. Kulihat Mrs Jenny sedang berjalan ke lorong menuju kelas. Aku
langsung mencari jalan tersepat di kelas. Aku berhasil tiba di kelas 15 detik
sebelum Jenny Killer tiba.
''Dari mana
aja loe?'' Mario teman dari Jakarta.
''Rumah, gue
kesiangan.''
''Dasar
kebo.'' Erla menyahuti perkataanku. Kami tiga orang mahasiswa+i adalah rekan
yang solid di kampus. Kami terkenal orang Indonesia yang jahil. Jenny killer
menatap kelas dengan tajam. Kupingnya terlalu sensitif mendengar obrolan kami.
Pelajaran matematika berjalan sangat lambat. Aku hampir tertidur ketika Jenny
killer mengakhiri pidato matematikanya.
Aku berjalan
keluar dengan malas.
Brukk.
''Ah. Jalan
gak pake mata ini orang.'' untungnya aku pakai bahasa sendiri. Jadi orang yang
menabrakku tidak mengerti.
''Maaf, aku
nggak lihat kamu.'' pura-puranya ini bahasa inggris.
''Nggak
apa-apa. Aku juga salah jalannya nunduk.'' aku melihatnya. Ya ampun dia kan,
Daren. Cowok yang aku lirik ketika mendarat di tempat ini. Cowok paling cakep
dan keren. Meskipun banyak bule di sini, Daren yang paling wow.
''Kamu nggak
apa-apa?'' ia melihatku dengan was-was.
''Ya tentu
saja.'' aku bangkit berdiri dan sialnya aku terpleset.
''Kamu tidak
baik-baik saja.'' ia tertawa kemudian membantuku berdiri.
''Ya reflekku
memang buruk.'' aku mengakuinya.
''Kau aneh.''
ia terkekeh. Orang kusukai mengataiku aneh. Sulit dipercaya.
''Aku? Oh,
memang.''
''Bukan. Bukan
itu maksudku. Bagaimana kalau kita pergi makan siang?''
''Makan
siang?''
''Ya.
Kenapa?''
''Tidak
apa-apa.''
''Kalau begitu
setelah kelas Mrs Montera.''
''Tunggu,
bagaimana kau tahu aku ada kelasnya Montera sebentar lagi?''
''Apa kau
lupa? Untuk pelajaran ini kita sekelas.'' ia tertawa.
''Uhm, aku
lupa. Kurasa aku benar-benar kacau hari ini.''
Aku mengucapkan ''Sampai ketemu'' bukannya
''selamat tinggal''. Menuju kafetaria kampis ini. Mario dan Erla sedang duduk
menikmati minuman mereka.
''Hey Rena,
kau tahu David si bule pesek itu?''
''Ya, kenapa
dengannya?''
''Mario
mengjarinya bahasa kita. David tanya apa bahasa indonesia untuk 'saya tampan'
dan sama Mario dijawab: 'Hidungmu pesek'.'' ia terpingkal-pingkal.
''Oh kalian
gila. Apakah dia mengulang-ngulangnya di kampus?'' aku menduga bule dungu itu
pasti melakukannya.
''Tentu saja.
Memang yang lain banyak yang tidak tahu, tapi rata-rata orang indonesia dan
malaysia tertawa.'' Mario memegangi perutnya. Oh iya kalau boleh kuceritakan
Mario ini bertampang lumayan untuk ukuran luar negeri(tapi dia tulen jawa
nyamar betawi gaul) dan terlalu tinggi membuatku iri dan juga macho. Dan si
Erla ini, cewek bohai se kebun binatang Ragunan. Berwajah imut ala cewek
oriental (baca: oriental bento). Tapi dia yang paling cantik diantara (aku dan
Erla saja). Kelas Montera sebentar lagi mulai. Aku bergegas membereskan bukuku
di meja kafetaria.
''Loe habis
gini kelasnya Montera?'' Mario menandaskan limunnya.
''Ya.
Kenapa?''
''Bareng, gue
juga ada kelasnya.''
''Ayo cepetan.
Kamu nggak?'' aku menatap Erla yang sedang asyik memainkan HPnya.
''Nggak, habis
ini nggak ada kelas.''
''Ya udah kita
duluan.'' Mario menarik lenganku agar aku jalan duluan.
Aku melihat
Daren melambaikan tangan dan tersenyum manis. Aku balas tersenyum dan mengambil
tempat di sebelahnya. Tak menghiraukan Mario.
''Loe sama dia
sekarang, Rena?''
''Nggak juga,
aku barusan jadi lebih dekat aja.'' aku menoleh ke belakang tersenyim pada
Mario yang menatapku dengan pandangan sinis. ''Kenapa?''
''Nggak. Tuh
si Montera masuk.'' Aku mengabaikan Mario dan menatap Daren.
''Apa yang
kalian bicarakan?'' ia mentapku dengan pandangan yang menyelidik dan tidak suka
kelihatannya dengan Mario.
''Nggak, hanya
tentang beberapa masalahnya dan Erla.'' aku berbohong. Kelas di mulai dan
Montera tak membiarkan kami sibuk atau mengobrol sendiri.
***
Daren
mengajakku ke restoran Italy di Adelaide. Lumayan makan mewah gratis. Setiap
hari makan di ChinaTown lama-lama bosan juga. Daren membawa mobil ke sekolah.
''Kau suka
makanan di sini?'' ia tersenyum lembut.
''Tentu saja.
Kau tahu, sebagai orang Indonesia aku harus berhemat di sini jadi setiap hari
aku makan makanan China. Walaupun rasanya lumayan tapi bosan juga ketika
lidahku menyentuh makanan lain.'' ia tertawa menfetahui 'ke-kere-anku'. Daren
bercerita banyak. Mulai dari pacar-pacarnya. Sebgai bule free sex dianutnya.
Tapi ia bilang ia bukan tipe 'maniak seks' aku
sih nggak begitu bermasalah. Ia juga bercerita tentang keluarganya yang
pengusaha apa aku tidak mengerti bidangnya. Yang pasti ada hubungannya dengan
software. Wow, pasti dia kaya sekali. Salah maksudnya orang tuanya. Tapi bukan
itu yang membuat aku tertarik dengan Daren. Dahulu kala, ketika aku baru masuk
ke kampus. Aku melihat seorang yang tampan dan baik hati. Ia membantu seorang
cewek yang diganggu beberapa penguntit. Dan tersenyum pada semua orang. Hanya
saja aku tidak berani menyapanya duluan.
Daren
mengantarku ke apartemen sore harinya. Aku melambaikan tangan. Aku tersenyum
sendiri. Menyadari betapa indah hari ini. Dari kejauhan tampak Mario berjalan
pelan. Ketika ia tahu aku sedang melihat ya ia mempercepat langkahnya dan
menghampiriku. Aku melambaikan tangan.
''Woi ngapain
kamu di situ?'' aku baru sadar tubuhnya berkeringat, menambah kesan macho untuk
Mario. Dia terlihat lebih ganteng. Apa yang kupikirkan?
''Darimana
saja, loe?'' ia mentapku dengan pandangan marah dan menuduh.
''Kencan,
mungkin Pdkt. Kenapa?''
''Aku serius.
Kau boleh kencan dengan siapa saja. Tapi nggak dengan brengsek itu.'' tumben
bahasanya normal.
''Dia baik.
Dan apa urusanmu?''
''Gue sahabat
loe, dari kecil. Loe idah kayak.''
''Oke-oke aku
tahu. Tapi tolong, ini urusanku.'' aku menghela nafas. ''Kau dari mana?''
''Lari sore.''
ia menjawab dengan cuek.
''Lari sore?
Dengan kemeja dan jeans?''
''Urusanku.''
kemudian ia masuk ke dalam gedung. Aku satu apartemen dengan Erla, sementara
Mario sendirian, apartemennya di sebelahku. Tapi kadang ia memperbaiki beberapa
peralatan di rumah dan sebagau gantinya aku embersihkan apartemennya jika waktu
senggang.
''Hai.''
''Dari mana?''
''Kencan
dengan Daren Spark.''
''Bule tajir
itu?''
''Iya.'' aku
tersenyum. Kemudian HPku bergetar. Nomor tak di kenal. ''Halo?''
''Halo, Rena.
Ini Daren.''
''Oh Daren,
ada apa? Dari mana kau tahu nomor ponselku?''
''Rahasia. Oh
iya aku, mengajakmu berkencan. Well, mungkin yang tadi juga. Tapi ini secara
resmi.'' ia terkekeh pelan. Daren. Mengajakku. Kencan. Itu luar biasa. ''Rena.
Halo Rena?''
''Oh maafkan
aki, aku hanya sedikit terkejut.''
''Tidak
apa-apa. Sabtu malam jam 7, berdandanlah yang cantik karena restoran perancis
menunggu kita.''
''Baiklah,
Sabtu malam.''
''Ngomong-ngomong,
apakah kau menyukaiku?'' apa dia bilang?
''Aku eh..
Entahlah.''
''Kalau aku,
aku menyukaimu Rena. Sudah ya, selamat malam.'' ia menutup teleponnya. Aku
masih terpaku di tempat.
''Heii..
Kenapa Miss Baby?'' aku kaget sekali.
''Sialan, aku
kaget tahu. Erla, bule itu..''
''Siapa?''
''Dia..''
''Daren?''
''Ya.''
''Kenapa? Dia
mengajakmu kencan?''
''Bukan hanya
itu, dia..''
''Dia apa?''
''Dia
bilang..''
''Bilang
apa?'' Erla terlihat mulai jengkel.
''Ia
menyukaiku.''
''Apa???????
Selamat Rena.'' ia memelukku. Aku masih terpaku di tempat. Kemudian sedtik
berikutnya kami sudah melompat-lompat seperti orang gila. ''Kita harus
mencarikan baju yang tepat untukmu.''
''Tidak
bisakah besok saja? Kan masih besok malam?''
''Kalau begitu
kau tahu ini saatnya untuk apa?'' oh tentu saja aku tahu.
***
aku dan Erla
melakukan waktu cewek kami. Manicure padicure, lulur, masker, creambath di
apartemen. Mencukur bulu kaki, well Erla yang melakukannya karena aku tidak
punya. Kulitku tidak seputih Erla, tapi kuning langsat. Sabtu sore kami sibuk
memilih pakaian yang cocok untukku.
''Yang ini
saja, Rena.'' ia menunjukkan dress pink selutut.
''Tidak
terlalu feminim dan jika aku pakai membuatku terlihat kecil.''
''Bagaimana
kalau yang ini?'' ia mengambil sebuah dress dari kain batik. Mewah meskipun
sederhana. Berpotongan ''O'' di lehernya dan sedikit kesan lucu dengan pita di
pinggangnya.
''Sempurna.''
***
''Kau terlihat
cantik.'' ia memujiku. Pipiku merona merah.
Restorannya
mewah sekali. Terletak di tengah kota. Sementara Daren terlihat luar biasa
tampan. Aku cerdas, aku menvari nama makanan perancis di internet agar tidak
salah pilih. Ia mengatakan kalau ia mencintaiku dan aku belum tahu harus bilang
apa.
''Setelah ini
aku ingin mengajakkmu ke suatu tempat.''
''Kemana?''
''Rahasia, ini
romantis yang pasti.'' ia tersenyum.
Kemudian ia
mengemudikan mobilnya agak cepat. Sebenarnya mau kemana?
Ternyata ke
taman di pinggiran kota. Kalau malam taman ini sepi sekali. Aku tahu di sini
muda-mudi adelaide sering bercinta. Tapi tidak mungkin kan kalau?
Ia
mengehntikan mobilnya. ''Rena.'' ia mengelus pipiku dan tanpa di duga ia sudah
melumat bibirku. Ini salah. Aku mencoba meronta tapi tubuhnya terlalu besar tak
kuaaa untuk melawannya. Aku ingin berteriak. Tapi keputusan salah. aku
ketakutan. aku mendorongnya tapi tangannya mencengkeramku. ''Diamlah.'' ia
membekapku kemudian menurunkan kursi hingga ia menindihku. ''Percuma kau
berteriak tak seorangpun di sini.''
ia membuka gaunku. Aku mencegah tangannya.
''Jangan Daren. Kumohon.'' ia tidak peduli. Ia menciumku lagi. Aku menggeleng
sekuat tenaga. Ketika ia berhasil merobek bajuku terdengar suara keras.
''Lepaskan
dia, brengsek sialan.''
''Oh pengawal
kita datang. Ia membuka pintu mobil dan kulihat kedua lelaki itu sedang
bergulat. Aku segera membenarkan bajuku, menutupi dadaku dengan tasku.
Kulihat Mario
lebih unggul. Dan Daren tidak berdaya. Ia menyerah dan melemparkan tatapan
jijik padaku. Kemudian pergi menghilang di kegelapan.
''Rena.. Rena.
Kau tidak apa-apa?'' Mario berlari menghampiriku. Pelipisnya lebam. Aku menagis
sekuatku melampiaskan rasa takut, terhina, dan marah. Ia memelukku meminjamkan
dadanya padaku. Aku tidak sanggup menangis keras karena tenagaku seolah habis.
Daren yang sempurna ternyata tak lebih dari bajingan tukang perkosa. Aku
terisak sekarang. Mario melihat bajuku yang sudah robek di depan. Aku
mentupinya dengan tangan. Tak kusangka ia membuka kemejanya dan memakaikannya
kepadku. Tak peduli dengan dadaku yang terbuka. Ia mengusap air mataku tanpa
bicara menggendongku di punggungnya. Ia membawaku ke halte bus terdekat. Kami
menunggu, bis.
''@maafkan
aku. Menghiraukanmu. Aku bodoh sekali.''
''Bukan
salahmu. Siapa yang tidak terpesona oleh si brengsek itu?''
''Terima
kasih, Mario.'' aku memejamkan mataku air mata sakit hati masih mengaliriku.
''Bisnya sudah
datang.'' ia menggendongku di punggunya lagi. Supir bis terkejut melihat Mario
setengah telanjang dan aku di punggungnya. Tanpa banyak bicara Mario memilih
sudut.
***
kami masih
harus berjalan ke Apartement. Aku tidak tertidur. Aku hanya terisak di
punggungnya yang hangat. ''Dia menciumku.''
''Brengsek,
seharunya aku remukkan giginya.''
''Aku sangat..
Tidak berarti.''
''Kau berarti
untukku. Dan jika kau berpikir itu ciuman pertamamu. Kau salah.''
''Apa?'' tidak
mungkin.
''Aku
menciummu saat kau tertidur di bawah pohon, ketika masih SMA. Maafkan aku.''
''Tidak
apa-apa. Aku lebih senang sekarang.''
''Aku
mencintaimu. Tapi aku terlalu pengecut.''
''Maafkan aku,
tidak menyadarinya.'' aku mepererat pelukanku. ''Aku malah.. Aku malah..'' aku
kembali menangis.
''Sst.. Yang
penting kau aman di sini bersamaku.''
''Aku
mencintaimu.''
''Aku lebih
mencintaimu, Rena sayang.'' kami berjalan sampai apartemen.
***
''Rena, semua
barangmu sudah siap?'' Mario berteriak di depan pintu. Hari ini kami akan
kembali ke Indonesia. Sebulan yang lalu semua urusan administrasi sudah selesai
kami sudah lulus. Dan Mario lulus dengan cum laude.
''Ya, bantu
aku mengangkatnya.'' Erla sudah pulang mendahului kami.
Setelah
kejadian mengerikan bersama Daren aku pacaran dengan Mario. Ia menjagaku. Dan
apabila ia bertemu Daren ia melemparkan tatapan mebunuh yang membuat Daren
mengkeret. Dan aku masih jijik melihatnya.
Satu hal.
Terkadang aku tidak bersyukur dan kurang melihat di sekitarku. Aku punya cowok
sebaik Mario tapi aku malah katuh cinta pada laki-laki mesum. Tolol sekali. Aku
sudah memiliki Mario jauh sebelum aku menyadarinya. Dan aku mencintainya jauh
sebelum aku sadar. Tapi aku diberi kesemptan besar bersama Marioku. Ia
menciumku ketika kami sedang berada di bandara. Takutnya nanti kalau di
Indonesia kami digebukin orang sekampung. Mario bilang ia langsung ingin ke
rumahku. Katanya ada sesuatu. Ternyata ia melamarku di depan Papa dan Mama. Aku
sangat bahagia. Dan petualangan lain bersama Mario baru di mulai.