Sunday, July 28, 2013

AFTER "HAPPILY EVER AFTER"



Ini bukan kisah cinta yang indah. Seperti di kebanyakan cerita lain, sepasang kekasih yang berjuang untuk mempersatukan cinta mereka dan di akhir cerita mereka berbahagia. Namun ini kisah setelah kebahagiaan sepasang kekasih terwujud. 

Flashback
“Jadi siapa sih yang sebenarnya yang kamu suka?” aku menggelayuti lengannya. Ia hanya tersenyum sambil menarik hidungku.
“Kamu dulu saja. Siapa yang kamu suka?” loh kok malah berbalik pertanyaannya.
Sebenarnya, orang yang aku sukai itu dia. Orang sedang duduk bercanda bersamaku di kelas pulang sekolah. Mana mungkin aku mengakui lebih dulu. Sebenarnya aku sudah dekat dengan Nata sejak beberapa bulan yang lalu. Aku tahu dia sudah punya pacar. Tapi aku saja yang bandel tidak mau menahan perasaanku.
Sekarang aku harus mengakui perasaanku. Apapun resikonya. Meskipun harus mengorbankan persahabatan kami. “Kamu!” aku memalingkan wajahku. Adeh.. malu sekali rasanya. Aku tidak mau melihat bagimana reaksinya. “Kalau kamu?”
“Kamu.” Apa? Aku tidak salah kan? Aku tidak bermimpi kan? Sorak sorai, kembang api berpesta pora di jiwaku.
“Haah?” aku masih melongo. Ini pertama kalinya ada yang membalas perasaanku. 17 tahun hidup di dunia. akhirnya ada yang membalas cintaku. Ia hanya tersenyum. Untuk pertama kali dalam hidupku. Aku tidak bisa berkata-kata.
Akhirnya.
Dua bulan lamanya kami sudah berpacaran. Aku tipe orang yang sangat jarang mengungkapkan cinta. Bagiku hubungan ini sangat special. Kami memang tidak pernah kencan seperti ABG yang lain. Tapi bagiku cukup dekat dengannya sudah membuatku bersyukur.
Dua bulan berlalu dengan semua kegembiraanku. Tak sadar sesuatu sedang menanti untuk meledak.
Apabila kekasih masih menghubungi sang mantan. Shit! Untuk pertama kalinya aku merasa cemburu. Murka dengan emosi yang tidak tertahankan. Orang pernah bilang. Cemburu itu bumbu cinta. Tapi rasanya kali ini cemburuku sudah kelewat batas. Bagaimana tidak. Intensitasnya menhubnhi si mantan lebih banyak daripada denganku. Apalagi setelah kami pisah kelas. Ulang tahunku saja tidak ingat. Oh iya lupa. Dia lupa kalau punya pacar.
Dulu saat masih pacaran hamper setiap waktu kami mengirim pesan singkat. Meskipun dengan kesibukannya sebagai “artis” sekolah. Masih sempat-sempatnya mengirim pesan. Entah itu kata-kata gombal atau hanya sekedar say goodnight.
Tapi setelah si mantan balik lagi sama si pacar. Udah hilang rasa percayaku padanya. Kami mulai sering perang dingin. Tapi dasar Nata sialan. Dia paling tahu aku tidak bisa diam. Apalagi didiamkan. Sampai pada pertengahan bulan Juli dia  benar-benar tidak menghungiku lagi. Tentu saja aku seperti orang idiot.
Bingung sendiri dengan hubungan seperti ini. Apa diakhiri saja? Tapi masih baru sekali. Mungkin masih ada harapan melanjutkan hubungan kami. Mungkin dia hanya terlalu sibuk dengan semua kegiatannya itu.
Jangan pernah punya Facebook kalau pengen awet pacaran. Mungkin itu benar sekali. Aku sadar aku tipe orang yang jarang bisa diajak berpikir rasional. Jadi ketika si mantan mengirim pesan yang mesra-mesra ke wall facebook si kekasih aku sedih sekali. Yah, masa pacarnya sendiri aja jarang ngewall, jarang sms. Eh si mantan malah lebih sering sms dan main wall ke facebooknya si kekasih.
Ya udah, daripada aku gala uterus kayak kucing di atas genteng. Akhirnya aku menemui si kekasih. Mau minta penjelasan. Setelah dua hari nggak tegur sapa sama sekali. Akhirnya aku punya kesempatan berbicara sama dia.
“Yang pacarmu itu aku apa si mantan sih?” aku memainkan kedua kakiku. Mengetukkannya ke tanah.
“Kamu.” Jawabnya singkat banget. Cuek. Coba bukan pacar sudah aku sira pakai air.
“Ya terus kenapa? kenapa seolah aku ini nggak ada apa-apanya di hati kamu?” oke kalai ini aku mulai mau menangis.
“Bukan begitu, aku hanya mendahulukan teman daripada pacar.”
“Ia  apalagi ia teman perempuan.” Aku  mendengus kecil sehingga dia tidak mendengarnya. Aku memainkan hapeku. Dia cuek sekali. Berbeda dengan 2 bulan yang lalu. Atau aku yang berbeda. Jadi lebih cemburuan ya?
“Kamu percaya kan sama aku?” ia meletakkan kedua tangannya yang besar ke pundakku.
Aku berbohong, “Iya.” Aku tidak berani menatap matanya. Si kekasih ini orangnya tinggi besar. Beda denganku yang pendek. Kayak pacaran sama orang dewasa aja.
“Ya udah, apapun yang aku lakuin itu nggak pengarus sama apapun dalam hubungan kita.” Hey. Nggak ngaruh gimana? Ini udah berbeda banget semenjak aku jadian sama kamu. Rasanya aku ingin meneriakkan kata-kata itu di telinganya. Tapi yang keluar Cuma senyumanku. Ababilnya saya.
Aku piker setelah kejadian itu. Hubungan kami akan membaik. Nyatanya sama saja. Aku jarang makan. Berat badanku turun(secara tidak sadar aku sedang diet. Hehehe). Aku dirumah seperti mayat hidup. Apaun kulihat suram. Diajak ngobrol sama orang rumah juga jadi malas. Intinya kegiatanku dirumah itu nunggu kebar dari si kekasih.
Kalau di sekolah untungnyya aku punya beberapa teman yang mau mendengarkan curhatku. Biasanya kami pulang sekolah curhat sampai sore baru pulang. Kadang aku sampai menangis. Merasa tersaikiti saat itu. Merasa bahwa akulah orang paling malang di dunia ini.
“Mang, si Nata beda banget sama dulu.” Aku menenggak es jerukku.
“Ya, coba kamu komunikasi aja yang lancar. Soalnya tanpa komunikasi yang baik biasanya hubungannya jadi renggang.” Ia mentapku dengan malas.
“Mau komunikasi gimana? Sms aja nggak pernah dibalas kok.” Aku melihatnya hanya mengangkat bahu lalu memainkan lagu di hapenya.
“Ya udah. Putus saja. Gampang kan?”
Aku melempar kepalanya dengan buku paket geografi yang tebal.” Sialan kamu.emang gampang apa putus?”
Dari percakapanku tadi, aku terus memikirkan kemungkinan kami untuk putus. Tapi aku masih ingin dia menjadi milikku, walaupun nyatanya ia tidak pernah kumiliki. Aku mengusir pikiran-pikiran jelek dari kepalaku.
Dan hari-hari merana penuh harapan pada si kekasih berlanjut. Si mantan masih aja getol sama si kekasih. Lama-lama gemes sendiri. Riba-tiba di pikiranku terlintas-kalau mereka berdua masih saling cinta, dan aku hanya pelarian sesaat buat si kekasih mengingat si kekasih orang yang gampang bosan- .
Setiap hari aku mencari tahu kabarnya si kekasih lewat teman-teman grup musiknya itu. Untungnya ada seorang teman yang berbaik hati memberitahukan kedaannya kepadaku. Pernah suatu hari aku mengirim sms berisi amarah pada si kekasih tapi hanya ditanggapi serak! Aku marah lah. Dia piker aku bisa dibohongi. Dibohongi karena alas an sakit. Tapi pada kenyataannnya di memang sakit.
Masa terseuram sepanjang hidup. Dan paling idiot.
“Gimana kalau kita putus saja?”
“Apa? Nggak tahu. Kalau kamu udah nggak cinta ya kita putus.”
“Kamu maunya gimana?”
“Kita nggak pernah putus.”
“Ya sudah.” Ia meninggalkanku begitu saja setelah percakapn yang menyakitkan itu. Aku tahu dia minta putus tanpa harus meminta persetujuanku. Tapi aku membohongi diriku. Aku membohongi diriku kalau dia akan berubah seperti dulu. Tapi dia tidak akan berubah menjadi yang dulu. Tidak akan pernah. Aku membohongi diriku sendiri.
Aku mengiriminya pesan.
“KENAPA KAMU MINTA PUTUS?”
“KARENA AKU BUTUH RUANG. AKU BUTUH KONSENTRASI UNTUK KOMPETISI MUSIK NASIONAL ITU. AKU TIDAK MAU PERASAAN KACAUKU MENGGANGGU CARA BERMAIN MUSIKKU.”
“AKU PIKIR DULU. Aku CINTA KAMU”
“TAPI KALAU KAMU NGGAK MAU PUTUS, TIDAK APA-APA. Selama kamu masih cinta aku” Dan aku membiarkan diriku merasa dikasihani oleh si kekasih.
Pemikiran itu menyentakkanku pada satu kesadaran penuh. Hubungan yang tinggal menunggu roboh ini bertahan karena si kekasih kasihan kepadaku. Aku bukan orang yang ingin dikasihani. Aku orang yang kuat dan mandiri. Selama ini aku membiarkan diriku melemah seirng waktu.
Malunya aku menyadari aku telah menipu diriku sendiri. Dan keputusan harus segera diambil. Iya atau tidak sama sekali. Hari ini aku masih ada di rumah nenek. Dua hari lagi aku akan mengambil langkah kecil yang akan mengubah hidupku. Mengembalikan kehidupanku yang dulu. Yang tanpa cinta dari si kekasih. Aku mengambil hapeku.
“MANG, DUA HARI LAGI AKU PULANG. IKUT AKU KE RUMAH NATA.”
“YA”
Aku sudah memantapkan hatiku. Aku harus menghpaus luka ini denganobat yang menyakitkan tapi cepat menyembuhkannya. Aku menagis sepanjang malam. Sampai akhirnya tetidur karena lelah dengan semua emosi ini.
Aku mengenakan gaun santai abu-abuku. Sebelum ke rumah si kekasih aku menjemput Mang. Kami tiba dirumahnya. Ia terseyum lembut kepadaku. Sudah sebulan aku tidak melihatnya. Rasanya rindu sekali. Berhenti. Jangan biarkan emosi menguasaimu.
Saat ia mengambilkan kami minum, aku dan Mang nonton film di laptop si kekasih. Lalu di sebelahnya ada hape si kekasih. Dengan isenng aku membuka smsnya. Wah si mantan rajin sms ya. Bagus sekali. Aku saja hamper tidak pernah sms si kekasih kok.
Si kekasih tahu apa yang aku laukan ia hanya biasa saja. Tidak heboh. Rasanya lukaku ini seperti luka benanah yang disiram air cuka. Perih sekali sampai mau menjerit. Aku sudah tidak mampu menangis. Sudah kering air mataku.
Aku mengisyaratkan kepada kekasih agar kami bicara berdua saja.
“Aku rasa kamu benar. Kita putus saj. Kita berteman seperti dulu saja. Mungkin lebih mudah bagi kita.”
Ia hanya mengangguk. Ya kami bukan lagi dua ABG labil yang sedang jatuh cinta. Kami hanya teman biasa. Ia tersenyum, ada sedikit kelegaan yang terpancar dari senyumnya. Dan entah kenapa untuk pertama kalinya. Aku juga merasa lega. Luar biasa lega. Rasanya tidak bisa diceritakan.
Aku mungkin masih mencintainya hingga saat ini. Aku mungkin hanya bisa memndanginya dari jauh. Tapi setidaknya aku tidak merasakan sakit yang berdenyut-denyutdi hatiku. Aku bahagia sekarang. Aku bahagia tanpa seorang kekasih yang memberiku cinta. Aku bahagia dia menemukan cinta yang baru. Aku tidak patah hati. Karena hatiku tidak sembuh melainkan mati rasa.
Hingga saat ini aku tidak pernah jatuh cinta pada orang lain. Aku meamng pernah dekat dengsn beberapa orang. Tapi hanya sebatas teman. Aku tidak membiarkan mereka menghidupkan indera perasa di hatiku. Karena dengan perasaan yang mati. Aku justru bahagia,. Aku menikmati hidupku dengan lebih lega dan ikhlas.
Semua memang tidak bisa kembali sama. Semua manusia berubah, sekecil apaun perubahan itu. Mereka berubah. Aku hanya belum mengerti mengapa mereka berubah. Tapi aku berharap aku tahu apa arti perubahan untuk manusia.
Kisah pasti berakhir. Tapi cinta sejati tidak pernah punya akhir.


 BY: GAYATRI GALUH


No comments:

Post a Comment